Page 25 - Binder MO 231
P. 25
elakangan ini gejala penyakit terkait saraf semakin
menyerang usia produktif. Data menyebutkan profil
pasien dengan gangguan saraf sudah bergeser ke
B usia produktif mulai dari rentang 20 sampai 30 tahun
ke atas. Gejala penyakit saraf juga bisa ditandai dengan sakit
kepala, nyeri tengkuk, nyeri pinggang bawah, kesemutan, kebas,
kesulitan bergerak, masalah pada saraf sensorik, hingga diagnosis
stroke yang sebelumnya banyak diderita oleh orang tua, kini mulai
menyerang anak muda disebabkan oleh gaya hidup sedentary
dan pola kerja sehari-hari.
Misalnya saja, kejadian yang sering dialami adalah saraf
terjepit, yakni kondisi ketika saraf menerima tekanan berlebih
dari jaringan sekitarnya. Jaringan tersebut dapat berupa jaringan
otot, tendon, tulang, atau tulang rawan. Sebab saraf menjalar
sepanjang tubuh, saraf terjepit juga bisa terjadi di berbagai lokasi
lain dalam tubuh.
Sayangnya, selama ini masyarakat terutama anak muda
cenderung masih memiliki persepsi yang salah tentang gangguan
saraf. Begitu pula kesadaran yang masih rendah untuk segera
melakukan konsultasi ke dokter spesialis saraf, dan lebih memilih
melakukan pengobatan mandiri, seperti mengkonsumsi obat
penghilang nyeri atau pijat dan urut. Akibatnya, keluhan sakit bisa
kembali kambuh atau bertambah parah.
Dr. Zicky Yombana, Sp.S dari Neuro Care by Klinik Pintar
mengatakan, “Gejala yang muncul kerap tidak disadari
sebagai gangguan saraf dan seringkali dihubungkan dengan
penyakit dalam (internis) atau penyakit otot dan tulang. Banyak
pemahaman yang salah tentang gangguan saraf sehingga
penanganannya terlambat. Gangguan saraf memiliki spektrum
yang sangat luas mulai dari hal ringan seperti kesemutan, sakit
kepala, hingga yang hal kronis seperti stroke. Self-diagnosed bisa
memicu salah penanganan dan justru tambah parah.”
Menurut dr. Zicky, masyarakat umumnya harus segera
konsultasi ke dokter spesialis jika merasakan keluhan mendadak,
intensitasnya semakin sering, diikuti rasa sakit yang berat, dan
berulang. Kemunculan sakit tersebut bisa terjadi meskipun
seseorang tidak mengalami kecelakaan.
“Screening dan konsultasi itu perlu dijalani. Kami para dokter
bukan hanya membantu masyarakat untuk sadar risiko, tetapi
juga memprediksi seberapa besar risiko yang mereka miliki,
sehingga dapat kami bantu mengidentifikasinya lebih awal
sebelum menjadi gangguan yang mematikan dan menghabiskan
banyak kerugian finansial. Klinik kami menyediakan alat dan
fasilitas diagnosa, yang berfungsi untuk mendeteksi aliran darah
mengalami gangguan atau tidak,” paparnya.
Meski demikian, ada banyak cara untuk menghindari ataupun
menurunkan risiko terjadinya sakit saraf, yaitu menghindari gaya
hidup sedentary atau pasif bergerak, berolahraga secara rutin
setidaknya 30 menit setiap hari, menjaga berat badan tetap ideal,
mempertahankan postur tubuh yang benar saat duduk atau
berdiri, selalu menjaga pola hidup sehat, mengonsumsi makanan
bergizi, dan sebagainya. n
| 25