Page 31 - Binder WO 125-002-Tahun ke-11
P. 31
direplikasi di berbagai daerah. “Kami tidak datang sebagai Sebagai generasi muda yang aktif di isu sosial, Cahaya
penyelamat, tapi sebagai mitra. Kami belajar bersama,” berpendapat perempuan muda Indonesia hari ini sedang
ujarnya. Cahaya percaya, pendidikan inklusif adalah berada di persimpangan besar antara tekanan zaman dan
indikator martabat sebuah bangsa. Dia mendorong sinergi peluang baru yang luas Dia paham benar bahwa banyak
lintas sektor dan lintas kementerian, agar gerakan ini tidak perempuan muda merasa gamang, ketika memulai,
bersifat parsial atau temporer. “Selama masih ada satu anak merasa belum cukup hebat, belum cukup siap, atau takut
yang tertinggal karena sistem tidak memberi ruang, maka terlihat berbeda. Namun, justru di situlah letak kekuatan
kita gagal,” katanya. perempuan. “Jangan pernah meragukan kekuatan diri kita.
Dalam lima tahun ke depan, dia punya visi yang jelas. Tidak harus menunggu sempurna untuk bergerak. Ketika
“Saya berharap pendidikan inklusif tidak lagi menjadi memiliki niat baik dan mau belajar, jalannya akan terbuka
program pinggiran, tapi benar-benar menjadi bagian dari perlahan,” pesannya.
sistem pendidikan nasional yang utuh. Kita butuh lebih Dia percaya, keberanian untuk melangkah meskipun
banyak kebijakan yang tidak hanya bersifat normatif, perlahan, merupakan modal paling penting. Dalam
tapi juga operasional dan aplikatif di tingkat satuan pengalamannya berkarya di sektor sosial dan bisnis,
pendidikan,” ujarnya. Bagi Cahaya, perjuangan ini bukan Cahaya menyadari bahwa perjalanan perempuan tidak
hanya tentang kebijakan, tetapi perubahan budaya. “Ketika selalu mulus. Tapi dia juga tahu, perempuan memiliki
orang tua tidak lagi menyembunyikan anak-anaknya yang kemampuan istimewa untuk bertahan, beradaptasi, dan
istimewa, ketika guru menyambut keberagaman dengan tetap peduli meskipun dunia kadang terasa berat. “Jangan
hati terbuka, dan ketika teman-teman sebaya belajar untuk takut untuk memulai dari nol, bersuara, atau tampil
memahami dan menghargai perbedaan. Di situlah kita beda. Tantangan akan selalu ada, tapi kuncinya adalah
tahu bahwa pendidikan inklusif benar-benar hidup. Itulah keberanian untuk terus berjalan,” ujarnya.
Indonesia yang saya impikan,” ujarnya. Hal yang terpenting menurutnya bukan perkara ambisi
besar atau pencapaian gemerlap, melainkan perlunya
KEBERANIAN PEREMPUAN MASA KINI konsistensi menjaga niat, menjaga arah, dan tetap menjadi
Salah satu hal yang membentuk cara pandangnya hari ini pribadi yang hadir untuk orang lain. “Jadilah perempuan
adalah perjalanannya hingga luar negeri, termasuk saat yang tidak hanya hebat untuk dirinya sendiri, tapi juga
menempuh pendidikan di Korea Selatan. Pengalaman menjadi cahaya bagi orang lain,” tutur Cahaya. Karena
tinggal di Korea Selatan sempat mengubah cara pandang baginya, setiap langkah, sekecil apa pun, bisa membawa
Cahaya tentang banyak hal, antara lain tentang sistem, makna besar bagi dunia di sekitar.
efisiensi, juga budaya. Di sana, dia belajar bahwa kerja
keras tidak cukup bila tidak ditopang struktur yang
mendukung. Tetapi lebih dari itu, dia melihat masyarakat
Korea memang menjaga nilai-nilai lokal mereka dengan
sangat serius. Penghormatan terhadap bahasa, makanan, “Menjadi perempuan di masa ini
tradisi, dan komunitas menjadi hal yang membuat negara bukan hanya dalam hal mengejar
itu tetap kuat meski sangat modern. Dari situlah Cahaya
belajar bahwa kemajuan tidak berarti harus meninggalkan pendidikan, tetapi juga berani
akar. “Saya ingin inovasi sosial di Indonesia tumbuh dari membuka jalan agar orang lain
nilai-nilai lokal. Karena berjalan jauh itu penting, tapi tahu
arah pulang lebih penting lagi,” ucapnya. bisa maju bersama.”
| 31
26/05/25 17.18
24-31 womens story 125-rev.indd 31 26/05/25 17.18
24-31 womens story 125-rev.indd 31