Page 38 - Binder WO 124-001-Tahun ke-11 (1)
P. 38
KARTINI INSPIRATIF
2025
Cahaya Manthovani keluarga, melatih empati relawan, hingga berhadapan
Executive Director Bumi Serang Asri & dengan birokrasi yang tidak selalu ramah.
Ketua Harian Yayasan Inklusi Pelita Bangsa Latar belakang keluarga membuat Cahaya
peka terhadap isu keadilan sejak dini. Dia tumbuh
Perempuan Harus Tahu menyaksikan langsung bagaimana kedua orang
tuanya, Reda Manthovani dan Syuastri Wijaya,
Arah Untuk Melangkah mengabdikan waktu untuk kelompok rentan. Dia
belajar bahwa kemanusiaan tidak cukup diajarkan
lewat ucapan, tapi harus lewat tindakan. “Saya besar
menyaksikan cerita perjuangan. Nilai-nilai itu akhirnya
Naskah: Angie Diyya | Foto: Atiek Hendriyanti | Digital Imaging: Fikar Azmy
meresap tanpa saya sadari,” ujarnya.
Langkahnya tak berhenti di situ. Cahaya juga
mendirikan Innovation Catalyst (INCA), sebuah wadah
ak semua orang punya keberanian untuk yang memadukan inovasi sosial dan teknologi. Filosofi
keluar dari zona nyaman, apalagi ketika sudah yang dipegangnya sederhana tapi kuat, yakni “The
menapaki jalur karier yang aman dan jelas. Power of Mind”. Dia percaya ide besar bisa lahir dari
TNamun Cahaya Manthovani justru memilih siapa pun, selama diberi ruang dan kepercayaan.
membelokkan arah. Lulus dari jurusan arsitektur di Keyakinan itu pula yang menjadi penggeraknya ketika
Kyungsung University, Korea Selatan, dia tak berlama- sempat dianggap terlalu muda, terlalu idealis, bahkan
lama berada di dunia desain bangunan. Dia melangkah terlalu halus untuk memimpin.
lebih jauh ke dunia sosial yang penuh tantangan, tak “Saya tidak pernah merasa harus jadi seperti orang
pasti hasilnya, dan nyaris tak menjanjikan keuntungan. lain hanya untuk diterima,” katanya. Dia sadar betul,
Cahaya kini menjabat sebagai Executive Director keberhasilan hasil dari banyak langkah kecil yang
PT Bumi Serang Asri, sekaligus Ketua Harian Yayasan terus dijalani, meski perlahan. Pepatah Tiongkok kuno
Inklusi Pelita Bangsa, dua peran yang sekilas yang selalu dia ingat berbunyi, Tian Cong Ren Yuan,
tampak kontras, tapi justru saling melengkapi. Dia menyatakan bahwa kesuksesan adalah perpaduan antara
membangun pondasi karier di sektor swasta dengan nasib dan upaya. Dirinya tidak ingin gerakan inklusi hanya
nilai-nilai sosial, lalu menanamkan semangat bisnis ke hadir dalam seminar atau dokumen kebijakan. Dia ingin
dalam gerakan inklusi yang dia rintis. Di tengah narasi hal itu hidup dalam sistem pendidikan, dalam cara kita
umum tentang perempuan muda yang berjuang memperlakukan anak-anak dengan kebutuhan khusus,
keras di kota besar, Cahaya memilih medan lain, yakni dan dalam keseharian masyarakat.
sekolah luar biasa di pinggir kota, komunitas yang Cahaya percaya perubahan yang berarti tidak lahir
terpinggirkan, dan keluarga yang tidak tahu ke mana dari kecepatan, melainkan dari keberlanjutan. Baginya,
harus membawa anaknya yang istimewa. “Banyak Kartini masa kini adalah mereka yang tidak hanya
orang lihat anak-anak ini sebagai beban. Tapi saya bicara soal emansipasi, tapi hadir langsung di tengah
justru melihat potensi yang belum sempat diberi tantangan. Dia berharap semakin banyak perempuan
ruang,” katanya. Indonesia yang berani merumuskan jalannya sendiri
Prinsip inklusi yang dipegangnya bukan hanya tanpa harus tunduk pada ekspektasi yang dibentuk oleh
teori. Dia bergerak langsung dengan program nyata, masyarakat. Dia meyakini bahwa setiap perempuan
salah satunya Makan Bergizi Gratis (MBG) yang punya potensi besar untuk menjadi agen perubahan,
digagas lewat yayasannya. Fokusnya sederhana, selama mereka diberi ruang untuk tumbuh dan
yakni memastikan anak-anak berkebutuhan khusus didukung oleh lingkungan yang sehat. “Perempuan itu
mendapatkan asupan nutrisi yang layak. Tapi di balik tidak harus sempurna untuk berdampak. Terpenting,
itu, ada kerja panjang membangun kepercayaan kita tahu arah dan terus melangkah,” ujarnya.
38 |
28/04/25 20.17
18-47 kartini.indd 38 28/04/25 20.17
18-47 kartini.indd 38