Page 30 - Binder WO 105 (2)
P. 30
WOMEN'S
TALK
berminat dengan dunia film. Kemudian datang lagi
tawaran dari Teguh Karya, yang mencari pemeran
utama untuk filmnya ‘Cinta Pertama’.
Bersama sang kakak, Christine datang ke kantor
sutradara kawakan itu justru untuk menolak. Tetapi
sesampainya di sana, dia malah diperkenalkan dan
dibawa ke sanggar untuk bertemu Slamet Rahardjo
yang menjadi lawan mainnya. Menurut istri Jeroen
Lezer ini, semua kemudian mengalir begitu saja sampai
akhirnya dia mendapatkan anugerah Piala Citra untuk
film perdananya itu pada 1974.
Namun Christine mengaku kalau ‘Cinta Pertama’
bukan film yang membuatnya jatuh hati pada
industri perfilman. Justru pada film ‘Kawin Lari’
yang juga disutradarai Teguh Karya, Christine
baru mulai mencintai dunia akting. Dia menyadari
film ini ternyata bukan urusan sensasi saja, bukan
tentang glamornya semata, melainkan juga sarat
dengan ilmu pengetahuan. “Bodoh sekali kalau saya
tidak bisa memanfaatkan dunia ini sebagai proses
belajar. Semenjak itulah saya berkomitmen untuk
menjadikan film sebagai bangku sekolah. Saya juga
merasa beruntung, karena kalau masuk universitas
hanya mempelajari satu disiplin ilmu. Tetapi dalam
film semua ilmu ada, mulai dari teknologi, psikologi,
sosial, politik. Seperti film sejarah misalnya, kita
harus menggali latar belakangnya, pendekatan yang
digunakan pun bisa dari sudut pandang politik. Tidak
harus menjadi ahlinya, tapi minimal bisa menguasai
situasi dan paham apa yang hendak disampaikan film
tersebut,” tutur perempuan yang meraih penghargaan
Asian Heroes dari majalah Time pada 2023 silam
ini. Itulah sebabnya dia turut mengungkapkan
keprihatinannya, karena masyarakat masih
menganggap film hanya sebagai hiburan. Padahal
film juga bisa memberi pembelajaran hidup tentang
banyak hal, tak hanya bagi pemerannya, tetapi juga
bagi masyarakat umum.
BELAJAR & BERKEMBANG
Tak hanya suka cita mendapat apresiasi berkat kerja
kerasnya sepanjang berkarier selama lima dekade,
Christine juga mengalami banyak tantangan. Salah
satu tantangan terberatnya ketika terjadi krisis global
yang menghantam semua industri, termasuk perfilman.
Dia merasa sedih, karena sedikit sekali orang pergi
30 | | 31