Page 70 - Binder MO 224 EDSUS
P. 70
■ ART & PERFORMANCE
perjuangan, salah satunya "Indonesia
Pusaka", yang kala itu dianggap
oleh para kritikus sebatas lagu yang
menggambarkan kecintaan terhadap
negeri. Namun, lebih dari itu, terdapat
pesan mendalam, yakni menjanjikan
suatu harapan ke masa depan dan
memperkuat keyakinan akan keabadian
tanah tumpah darah tercinta.
Lagu itu disiarkan luas melalui radio-
radio pada masanya. Ismail sempat
ditegur, diinterogasi, dan ditahan oleh
Polisi Militer Jepang. Ia dicap sebagai
pemberontak oleh Jepang.
Lantaran kaki sudah terlangkahkan,
tangan sudah terjembakan, Ismail
pantang mundur. Lagu-lagu lainnya
turut digubahnya. Sederet lagu populer
perjuangan ia ciptakan, seperti mars
Pasukan Pembela Tanah Air (PETA)
Gagah Perwira hingga Rayuan Pulau
Kelapa. “Aku tak pandai menembak
peluru. Aku bahkan takut melihat darah.
Bila kau tidak mengenangku. Kenanglah
lagu-laguku ….”
Monolog yang berlangsung 63 menit
ini sukses dibawakan oleh Lukman
Sardi. Kepiawaiannya dalam berakting
dipadupadankan dengan bernyangi
dan bermain biola. Ia juga mampu
menyalurkan visi dari sang sutradara
bahwa seniman juga merupakan
pahlawan yang membawa semangat
revolusi dengan cara yang berbeda.
Bagi Lukman, memerankan sosok
Ismail Marzuki merupakan suatu
kegembiraan personal, “Rasanya seperti
diminta oleh ayah saya (Idris Sardi) untuk
bermain biola lagi,” ungkap Lukman
seraya tertawa usai pertunjukan.
Dalam perannya, Lukman juga
menceritakan bagaimana Ismail
mengalami pasang surut sebagai
pemusik dan penyanyi dimulai saat
ia berumur 17 tahun kemudian
menciptakan lagu “O Sarinah”. Sejak saat
itu ia seperti tak henti menciptakan lagu.
Hasil karyanya menjadi inspirasi dan
penghibur untuk para pejuang di garis
terdepan saat masa penjajahan Jepang
hingga agresi militer Belanda. Tercatat
Ismail telah menciptakan lebih dari 200
lagu yang lahir berdasarkan kisah dan
70 |