Page 69 - Binder MO 224 EDSUS
P. 69
eri Monolog "Di Tepi Sejarah", yang jumlahnya cukup banyak. sayang ada yang mencibir musik Melayu
sebuah pertunjukan yang Itulah mengapa kesukaan ayahnya dan keroncong yang ia suguhkan,
mengisahkan tokoh-tokoh terhadap musik menular kepada dengan menyebut sebagai seni hiburan
Syang ada di tepian sejarah, Ismail kecil. Keistimewaan itu jadi awal khas kue pancong hingga ongol-ongol.
menghidupkan sosok Ismail dalam ia belajar banyak alat musik secara Ismail menegaskan, “Rasa kue Betawi
pentas berjudul “Ismail Marzuki: otodidak, salah satunya biola. Terlahir di tak lebih rendah dari klapertaart
Senandung di Ujung Revolusi”, di Teater keluarga yang taat agama, saat berlatih, ataupun kastengel.”
Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta, sang ayah selalu mengingatkan, “Maing Berbeda hal dengan masa
belum lama ini. (panggilan Ismail kecil) jangan lupa penjajahan Jepang. Di awal Jepang
Sejak kecil, anak Kwitang yang lahir sembahyang.” menguasai Nusantara, Ismail seperti
pada 11 Mei 1914 ini digambarkan sudah Pada masa penjajahan Belanda, kaum bumiputra pada umumnya yang
tertarik dengan dunia musik. Sang Ismail banyak mengeksplorasi bakatnya menganggap negeri matahari terbit
ayah, Marzuki juga senang dengan di dunia musik bahkan diakui Belanda. sebagai juru selamat.
musik. Ayahnya sampai memiliki “mesin Ia pun sering mentas dari panggung ke Namun, setelah Jepang berkuasa
gromong” gramofon dan piringan hitam panggung pesta orang Belanda. Namun, satu tahun lamanya, boroknya mulai
terlihat. Mereka justru lebih ganas dari
Belanda. Ismail berang. Ia putar otak
untuk dapat berjuang bersama pejuang
kemerdekaan yang lain. Akhirnya ia
memilih untuk berjuang dengan caranya
sendiri. Bukan dengan angkat senjata.
Tapi lewat musik.
Ia mulai menggubah lagu-lagu
| 69