Page 27 - Binder MO 215 OA 2021
P. 27
ahun 1936, Sjahrir dan Hatta
tiba di Banda Naira sebagai
tahanan politik. mereka
T bertemu dengan tahanan
politik lainnya, Tjipto dan Iwa yang
sudah terlebih dahulu berada di sana.
meski ada dalam pengasingan, mereka
tak gentar meneruskan perjuangan di
bidang sosial dan pendidikan. Kesibukan
ini tidak disukai oleh penguasa setempat
Hindia Belanda, Kloosterhuis, yang
akhirnya memberlakukan pembatasan- kepada kami. Beberapa waktu lalu, dia titik awal pulihnya dunia panggung seni
pembatasan ruang gerak. telah pergi meninggalkan kita semua. pertunjukan,” tandasnya.
Di tengah perjuangannya selama Saya tahu, ketika berkarya, almarhum “mereka yang menunggu di Banda
berada di Banda Naira, Sjahrir terus selalu bekerja dengan sepenuh hati. Naira” menghadirkan nama-nama
diliputi perasaan gelisah, karena terpisah Dan, kita akan meneruskan energi pelakon yang berdedikasi di film dan
dengan kekasih hatinya, maria Johanna itu,” ungkap Happy Salma, Founder teater. Yakni reza rahadian (Sutan
Duchteau yang berada di Belanda. Titimangsa Foundation dan sang Sjahrir), Lukman Sardi (dr. Tjipto
Kendatipun surat-surat dari maria selalu produser pertunjukan. mangoenkoesoemo), Tanta Ginting
datang, tapi ia selalu merasa tak cukup. Sementara, program Director Bakti (mohammad Hatta), Verdi Solaiman
Dia ingin belahan jiwanya itu ada di Budaya Djarum Foundation renitasari (Iwa Koesoema Soemanteri), dan Willem
sisinya. Kenangan-kenangan indah adrian menuturkan, di tengah pandemi, Bevers (Kloosterhuis). Selain itu, turut
keduanya kerap berkelebat dalam benak panggung seni pertunjukan Indonesia andil pula aktris film yang baru pertama
Sjahrir, terlebih kala ia tengah menyendiri senantiasa beradaptasi pada kondisi kali menjejakkan kaki di panggung
di pantai. Dengan perasaan rindu yang dan berbagai perubahan yang ada teater, Julie estelle (maria Duchtaeau)
sulit terbendung, ia menunggu maria dengan menghadirkan berbagai dan aktor cilik pendatang baru, akiva
datang ke Banda Naira. pementasan secara virtual. “Kali ini, Sardi (Des alwi).
Kisah ini diangkat dari sebuah novel bersama Titimangsa Foundation, kami pentas ini juga melibatkan jajaran
karya Sergius Sutanto bertajuk “Bung ingin sedikit melepas kerinduan para kerabat kerja yang telah malang
Di Banda” yang diterbitkan oleh Gagas penikmat seni dengan menyajikan melintang di dunia seni pertunjukan,
media. Novel ini dialihwahanakan sebuah pementasan yang dapat yakni Deden Jalaludin Bulqini (pimpinan
oleh almarhum Gunawan maryanto disaksikan secara virtual dan gratis artistik), Novi purnama (penata musik),
sebagai naskah lakon pementasan yang di kanal YouTube kami, serta secara retno ratih Damayanti (penata Kostum),
kemudian ditafsir ulang oleh Wawan langsung. Bertempat di gedung seni aji Sangiaji (penata cahaya), Yudin
Sofwan untuk pertunjukan “mereka yang pertunjukan dengan jumlah penikmat Fakhrudin (penata rias), serta ruby
menunggu di Banda Naira” agar dapat seni yang terbatas dan juga protokol roesli (Skenografer).
dinikmati dan diterima dengan baik oleh kesehatan di mana seluruh kru, pementasan ke-52 Titimangsa
para penikmat seni yang menyaksikan pemain, dan penikmat seni wajib sudah Foundation ini digelar pada 25 November
secara langsung maupun dari rumah. melakukan vaksinasi covid-19 sebanyak 2021 di Gedung Kesenian Jakarta dan
“pentas ini merupakan kenang- dua kali serta melakukan tes baik pcr ditayangkan secara virtual mulai 17
kenangan yang sangat berarti, yang atau antigen dengan hasil negatif. Desember 2021 selama 6 bulan di kanal
dititipkan oleh Gunawan maryanto Semoga pementasan ini dapat menjadi YouTube IndonesiaKaya. ■
| 27