Page 89 - Binder MO 224 EDSUS
P. 89
SOLOIS ASAL JAKARTA,
ARDHITO PRAMONO, BELUM
LAMA INI MERILIS SINGLE WIJAYAKUSUMA
TERBARU BERJUDUL
“WIJAYAKUSUMA”. LAGU TITIK BALIK ARDHITO PRAMONO
INI MENJADI KARYA
PERDANA ARDHITO PASCA Naskah: Gia Putri Foto: Dok. Pribadi
MENYELESAIKAN MASA
REHABILITASI, SEKALIGUS
PENANDA KEMBALINYA LABEL “Banyak kecemasan yang saya Pada take pertama, sambungnya,
REKAMAN AKSARA RECORDS rasakan. Saya mempertanyakan fungsi Oomleo merasa Ardhito tidak nyaman
diri sendiri. Lalu, saya banyak cerita dan terengah-engah. “Jadi yang sudah
SETELAH HAMPIR 13 TAHUN ke Oomleo. Ini yang kemudian saya dalam versi lagunya, setelah melalui take
TIDAK BEROPERASI. tuangkan dalam lirik,” jelas Ardhito ke-100 sekian.” Ia pun mengaplikasikan
tentang bagian awal “Wijayakusuma”. metode satu kali rekam, demi menuai
rdhito mulai menciptakan Liriknya kemudian berkembang esensi olah vokal yang maksimal dalam
“Wijayakusuma” sejak awal seiring lagunya melaju mencapai situasi terbatas, selayaknya periode
2021, ketika ia menjadi saksi babak kedua, ketika ia mengaitkan rekaman menggunakan pita.
A penggusuran kawasan asri makna hidup dengan alam semesta Meski sudah banyak teknologi yang
di Canggu, Bali, demi vila yang akan yang digambarkan oleh kekayaan alam mendukung, metode yang ia gunakan
dibangun oleh warga negara asing. maupun budaya Indonesia. masih bersemangat lawas. “Walau
Awalnya, ia ingin mengritik peristiwa Aransemennya pula tumbuh selaras telah tersedia jasa orkestrasi yang
tersebut lewat sebuah lagu, sebelum dengan semakin megahnya bagian lebih praktikal di Budapest, saya lebih
Narpati ‘Oomleo’ Awangga membalas orkestrasi maupun paduan suara, serta memilih merekamnya di Indonesia.
kritik Ardhito sebab karya-karyanya yang diramaikan oleh komposisi gamelan dan Dengan pemain-pemain dan beberapa
minim sentuhan Indonesia. nyanyian sinden dari Peni Candra Rini, alat rekamnya pun asli dari Indonesia,”
Ardhito pun menggeser perspektif pelaku macapat asli Solo. paparnya.
idenya dan melahirkan “Wijayakusuma”, Jika digambarkan, “Wijayakusuma” Konsep pop Indonesiana yang
tembang pop Indonesiana dua babak selayaknya luapan energi eksploratif diusung Ardhito menjadi salah satu
bercerita seputar eksistensial diri. Di babak mendiang Chrisye yang terpantik pemicu Hanindito Sidharta, co-founder
pertama, Ardhito mempertanyakan berkat sejawatnya, seperti Eros Djarot, Aksara Records, membangkitkan
makna hidup dengan iringan khidmat mendiang Yockie Suryoprayogo, Keenan kembali label rekaman yang tertidur
piano, orkestrasi yang lirih, juga Nasution, hingga Guruh Soekarnoputra. selama 13 tahun tersebut.
adakalanya sahut paduan suara. Ardhito bukan berusaha mereplika Aksara Records juga bakal merilis
“Laju senja, pasrah gelap tiba. zaman emas itu. Ia menjembatani album penuh terbaru Ardhito Pramono
Tertunduk, termenung, terkulai, terlunta. semangatnya untuk masa ini. “Awalnya yang direncanakan pada pertengahan
Cemas akan guna,” begitu penggalan lagu ini tidak bisa saya rekam karena Juli ini. Selayaknya “Wijayakusuma”,
liriknya yang ia tuliskan dengan padanan saya tidak tahu cara menyanyikannya,” warna musik Ardhito dalam album
aksara autentik, dinyanyikan melalui ungkap Ardhito mengenai kesulitan tersebut pun akan bernafas ala pop
lekuk pop Indonesia kala 50 tahun silam. membuat “Wijayakusuma”. Indonesia lama. n
| 89