Page 67 - Binder MO 212
P. 67
eri monolog ini diprakarsai
oleh Happy Salma dan Yulia
Evina Bhara selaku Produser
Sdari Titimangsa Foundation
dan KawanKawan Media. Pentas ini
juga merupakan kerja bersama dengan
Direktorat Perfilman, Musik dan
Media Baru Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset dan Teknologi
Republik Indonesia.
Happy mengungkapkan, ide awal
seri monolog Di Tepi Sejarah tercetuskan
ketika dia tengah menggarap monolog
Aku Istri Munir, yang berkisah tentang
Suciwati Munir dan naskahnya ditulis
oleh Seno Gumira Ajidarma.
Monolog Aku Istri Munir kala itu dia
mainkan di ruang yang kecil, sebuah
kamar dalam sebuah rumah. Memang
niat awalnya pentas ini merupakan
persembahan kecil saja bagi perjuangan
Suciwati Munir. Namun, banyak sekali
yang setelah menonton pentas itu
menjadi menemukan jalan lain untuk Direktur Jenderal Kebudayaan
merawat ingatan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
“Dari situ, saya jadi terinspirasi Riset dan Teknologi Republik Indonesia
dengan situasi sekarang, banyak juga Hilmar Farid mengungkapkan,
cara untuk tetap bergerak, berbuat dan rangkaian monolog ini merupakan bekerja sama dengan aktor, sutradara
semoga bermanfaat lewat panggung inisiatif kecil yang dapat memberi teater, sutradara visual, dan penulis
teater yang tidak kehilangan ruh makna baru bagi perjuangan bangsa naskah yang berbeda untuk setiap judul,
panggungnya. Dimainkan hanya oleh Indonesia dalam merebut kemerdekaan. dan tentu mumpuni di bidangnya.
satu orang pemain agar terasa intim “Sudut pandang lain dalam melihat Nusa Yang Hilang, berkisah tentang
dan personal membawakan makna peristiwa sejarah yang ditawarkan seorang yang bernama asli Muriel Stuart
tentang kemanusiaan. Aktor-aktor yang dalam seri monolog ini menunjukkan Walker (Chelsea Islan), wanita kelahiran
terlibat juga adalah aktor andal yang bahwa kontribusi sekecil apapun dalam Skotlandia yang tumbuh besar di
bertalenta dan sungguh-sungguh juga perjuangan kemerdekaan juga begitu Amerika. Dia kemudian pergi ke Bali dan
disiplin. Dalam hal ini, saya berharap Di berarti. Tokoh-tokoh yang diangkat berganti nama menjadi Ketut Tantri.
Tepi Sejarah dapat menjadi kaca mata dalam pentas ini mewakili semangat Dia pergi ke Bali, karena sebuah
lain bagi bangsa Indonesia melihat perjuangan seluruh komponen rakyat harapan dari film yang ditontonnya
sejarahnya,” tutur dia. Indonesia kala itu untuk keluar dari tentang keindahan Bali, tetapi kenyataan
Yulia menambahkan, Di Tepi Sejarah penjajahan. Semangat yang sangat berkata lain. Ketut Tantri terlibat jaringan
merupakan upaya untuk menyediakan dibutuhkan hari ini ketika Indonesia gerakan bawah tanah, ditangkap, dan
media alternatif dalam pembelajaran memperingati 76 tahun kemerdekaan di dijebloskan ke penjara.
sejarah di Indonesia. tengah pandemi,” ungkapnya. Setelah Jepang menyerah, dia
“Seni pertunjukan dapat Di Tepi Sejarah mengusung 4 bergabung dengan para pejuang di
menyampaikan isu terkini maupun masa judul monolog; Nusa Yang Hilang, Surabaya. Dia menjadi penyiar radio
lampau dengan sudut pandang yang Radio Ibu, Sepinya Sepi, dan Amir, gerilya Barisan Pemberontak dengan
lain dan karena sifatnya yang lentur, Akhir Sebuah Syair, yang keempatnya siaran-siaran proganda berbahasa
dapat dikemas dalam bentuk lintas mewakili keanekaragaman wilayah Inggris. Lewat corong radio, dia
media. Komponen seni pertunjukan dan melibatkan orang-orang di seluruh mewartakan semua kekejaman tentara
seperti visual dan bunyi diharapkan pelosok Indonesia. Pertunjukan ini Inggris pada rakyat Surabaya. Monolog
menjadi stimulus bagi penontonnya juga adalah upaya memberikan sudut ini ditulis oleh Ahda Imran dan Kamila
untuk mencari tahu lebih banyak pandang baru untuk Indonesia melihat Andini yang merangkap juga sebagai
tentang kisah yang diangkat,” imbuhnya. sejarahnya. Rangkaian monolog ini Sutradara teater dan visual.
| 67